LAPORAN
PRAKTIKUM
FARMASI FISISKA I
PERCOBAAN
II
KELARUTAN SEMU/ TOTAL (APPARENT
SOLUBILITY)
NAMA : SAKINAH
STAMBUK : F1F111023
KELOMPOK : I
KELAS : B
ASISTEN : DIAN
PERMANA, S.Si
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA
DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
KELARUTAN
SEMU / TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
A. TUJUAN
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pH larutan terhadap kelaruta bahan obat yang bersifat asam lemah.
B. LANDASAN
TEORI
Topik mengenai larutan perlu dipelajari lebih
mendalam karena sangat penting, khususnya untuk ahli farmasi, sehingga dapat
mengerti teori dan penerapan dari gejala kelarutan dan dapat membantu memilih
medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu
mengatasi kesulitan- kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan
larutan farmasetis (dibidang farmasi). Pengetahuan yang lebih mendetail
mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan
informasi mengenai struktur dan obat gaya antarmolekul obat (Martin,dkk, 1990).
Menurut Farmakope Indonesia IV, kelarutan paparan di bawah judul Kelarutan, bukanlah merupakan standar atau uji kemurnian dari zat
yang bersangkutan, tetapi dimaksudkan terutama sebagai informasi dalam
penggunaan, pengolahan, dan peracikan suatu bahan; kecuali bila disebutkan
khusus dalam judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif.
Kelarutan zat yang tercantum dalam Farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai
berikut : (Anonim, 1995)
Istilah kelarutan
|
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan
untuk melarutkan 1 bagian zat
|
Sangat mudah larut
|
Kurang dari 1
|
Mudah larut
|
1 sampai 10
|
Larut
|
10 sampai 30
|
Agak sukar larut
|
30 sampai 100
|
Sukar larut
|
100 samapi 1000
|
Sangat sukar larut
|
10000 sampai 10.000
|
Praktis tidak larut
|
Lebih dari 10.000
|
Sebelum dibahas lebih jauh mengenai kelarutan perlu
diketahui pula mengenai larutan yang dibagi atas larutan jenuh, larutan tidak
jenuh, dan larutan lewat jenuh. Larutan
jenuh adalah suatu arutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat zat terlarut). Suatu larutan
tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung hampir
zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untk
penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin,dkk,
1990).
Untuk kelarutan sendiri didefinisikan dalam besaran
kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi
spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersinmolekuler homogen.
Secara khusus, kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut
U.S. Pharmacopeia and National Formulary, definisi kelarutan obat adalah julah
ml pelarut di mana akan larut 1 garm zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif
juga dinyatakan dalam molalita, molarita, dan presentase (Martin,dkk, 1990).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika
dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,
tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal
terbaginya zat terlarut (Martin,dkk, 1990).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat
memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50%
senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara
klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya
kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam
tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai
tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi
obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004).
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa
kelarutan suatu zat (dalam hal ini obat) dipengaruhi oleh beberapa faktor, di
antaranya adalah pH. Banyak obat-obat penting yang termasuk ke dalam kelompok
asam lemah dan basa lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan asam lemah dan basa
kuat serta dalam jarak pH tertentu berada sebagai ion yang biasanya larut dalam
air (Martin,dkk, 1990).
Secara teori, jika pH dinaikkan, maka kelarutannya
pun akan meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk
molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang
berbentuk ion (Anonim, 2012).
Dari apa yang telah yang dikatakan tentang pengaruh
asam dan basa pada larutan elektrolit lemah, jelaslah bahwa kelarutan
elektrolit lemah sangat dipengaruhi oleh pH larutan. Sebagai contoh larutan 1%
fenobarbital natrium larut dalam harga pH basa yang tinggi. Bentuk ion yang
larut diubah menjadi bentuk meolekul fenobarbital apabila pH rendah, dan di
bawah 8,3, obat mulai mengendap dari larutan pada temperatur ruang. Dari segi
lain, garam alkanoid seperti atropine sulfat mulai mengendap apabila pH naik
(Martin,dkk, 1990).
Secara matematis, hubungan antara pH dan kelarutan
dapat diungkapkan dalam persamaan :
Di mana, S0 merupakan kelarutan intrinsic obat dan S
merupakan kelarutan semu obat (apparent solubility) (Anonim, 2012).
Dalam percobaan ini, sampel yang diamati adalah asam
benzoat. Asam benzoate merupakan golongan asam aromatik. Asam aromatik bereaksi
dengan akali encer membentuk garam yang larut dalam air, tetapi dapat
diendapkan sebagai asam bebas jika diendapkan sebagai garam logam berat apabila
ion logam berat ditambahkan ke dalam larutan (Martin,dkk, 1990).
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan
dalam makanan adalah asam benzoate (C6H5COOH). Pengawet ini sangat cocok
digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam seperti saos tomat. Bahan ini
bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan
bakteri (Siaka, 2009).
Dalam penentuan kelarutan asam benzoate ini
menggunakan larutan buffer atau dapar. Larutan dapar adalah senyawa-senyawa
atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan
sedikit asam atau sedikit basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal dengan aksi dapar. Karena larutan dapar
tersebut dapat mempertahankan pH sehingga dapat digunakan untuk menentukan
kelarutan semu zat tersebut (Martin,dkk, 1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apparent
solubility) asam benzoate dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri
merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana
dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaaan itu jelas
kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang
langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1995).
Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan
unsure atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa yang lain yang
murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur
atau atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta
berat atom penyususnnya. Suatu metode analisis gravimetri didasarkan pada
reaksi kimia seperti :
aA + Rr ® AaRr
, yang mana sejumlah a analit A akan bereaksi dengan sejumlah r pereaksi
R membentuk produk AaRr yang biasanya merupakan suatu
senyawa yang sangat sedikit larut dan dapat ditimbang setelah pengeringan ;
atau produk tersebut dapat dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya
diketahui untuk kemudian ditimbang (Gandjar,dkk 2007).
Biasanya reagen atau pereaksi (R) yang ditambahkan
adalah berlebihan untuk menekan kelarutan endapan. Agar analisis gravimetri
berhasil, maka persyaratan berikut harus dipenuhi, yakni :
§ Proses
pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna sehingga
banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analitis tidak terdeteksi.
§ Zat
yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni dan mempunyai susunan yang
pasti. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan kesalahan yang
besar (Gandjar,dkk, 2007).
Kelebihan cara analisis gravimetri adalah disbanding
volumetri adalah adalah bahwa penyusun yang dicari dapat diketahui pengotornya
jika ada; dan bila diperlukan dapat dilakukan pembetulan (koreksi). Kekurangan
atau kejelekan dari metode gravimetri ini adalah cara ini sangat emakan waktu
(time consuming) (Gandjar,dkk, 2007).
Pekerjaaan analisis secara gravimetri data dibagi
dalam beberapa langkah yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, dan
pengeringan, pemanasan/ pemijaran dan penimbangan ndapan hingga konstan
(Gandjar,dkk, 2007).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan
diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukar
larut, sehingga tidak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian, dan
penimbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi berhasilnya cara pengendapan ialah
edapan harus sedemikian tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti
pada penyarian. Dalam kenyataannya, keadaan ini diijinkan asalkan banyaknya
yang masih tinggal (tidak terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat
ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1mg (Gandjar,dkk, 2007).
Keadaan fisis endapan juga harus sedemikian rupa
sehingga dapat segera dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan serta
dicuci hingga bebas dari pengotor. Zarah-zarah endapan harus dapat ditahan alat
penyaring serta besarnya zarah tidak berubah selama pencucian. Di samping itu,
endapan harus dapat diubah menjadi senyawa murni dengan susunan kimia yang
pasti; ini dapat dicapai dengan pemijaran atau pengeringan/ penguapan memakai
cairan yang cocok (Gandjar,dkk, 2007).
Setelah dilakukan pengendapan, selanjutnya adalah
penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan endapan yang
bebas (terisah) dari larutan (cairan induk). Penyaringan umumnya dilakukan
dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya, dilakukan pencucian endapan.
Pencucian endapan yang dimaksudkan untuk membersihkan endapan dari cairan
induknya yang selalau terbawa. Adanya cairan ini pada pemanasan akan
meninggalkan bahan-bahan yang tidak mudah menguap, karenanya endapan harus harus
dicuci sebersih-bersihnya (Gandjar,dkk, 2007).
Larutan yang digunakan untuk mencuci sedapat mungkin
sedikit saja untuk menghindari adanya endapan yang larut. Selanjutnya ialah
pengeringan atau pemanasan endapan. Sebelum endapan ditimbang harus diubah
terlebih dahulu menjadi bentuk yang susunannya tetap. Ini dikerjakan dengan
cara pengeringan atau pemanasan/ pemijaran (Gandjar,dkk, 2007).
C. ALAT
DAN BAHAN
1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah :
*
Erlenmeyer
5 buah
*
Corong
1 buah
*
Gelas
kimia 1 buah
*
Pipet
ukur
*
Oven
*
Kertas
saring yang telah diketahui beratnya ( 5 lembar)
*
Botol
semprot
2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam
praktikum adalah :
*
Asam
benzoate 0,2 gram
*
Larutan
dapar fosfat dengan pH 5,8 ; 6,0 ; 6,2 ; 6,6 ; 6,8
* Akuades
A. PROSEDUR
KERJA
A. HASIL
PENGAMATAN
1. Tabel
Hasil Pengamatan
No
|
pH
|
Berat Kertas Saring (gr)
|
Asam Benzoat yang Tidak Larut (gr)
(Berat Kertas Saring Akhir – Awal)
|
|
Awal
|
Akhir
|
|||
1
|
5,8
|
0,47
|
0,58
|
0,11
|
2
|
6,0
|
0,48
|
0,69
|
0,21
|
3
|
6,2
|
0,49
|
0,64
|
0,15
|
4
|
6,6
|
0,46
|
0,68
|
0,22
|
5
|
6,8
|
0,47
|
0,65
|
0,18
|
2. Analisis
Data
a) Massa
asam benzoat yang larut
§ Untuk
pH 5,8 :
Massa
asam benzoat = massa benzoatawal-massa benzoattidak larut
=
0,2 gram – 0,11 gram
=
0,09 gram
b) Menghitung
konsentrasi kelarutan intrinsik (S0)
§ Untuk
Ph 5,8 :
S0 = x
=
=
= 0,0737 M
c) Menghitung
konsentrasi kelarutan semu (S)
§ Untuk
pH 5,8 :
No.
|
pH
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
1
|
5.8
|
1.017 g
|
0.2 g
|
0,58
g
|
0,11 g
|
0.073
M
|
3.046
|
2
|
6.0
|
1.027 g
|
0.2 g
|
0,69
g
|
0,21 g
|
-0.008
M
|
-5.244
|
3
|
6.2
|
0.953 g
|
0.2 g
|
0,64
g
|
0,15 g
|
0.040
M
|
4.132
|
4
|
6.6
|
1.107 g
|
0.2 g
|
0,68
g
|
0,22
g
|
-0.016
M
|
-4.128
|
5
|
6.8
|
1.098 g
|
0.2 g
|
0,65
g
|
0,18 g
|
0.016
M
|
6.533
|
d) Tabel
Berdasarkan Hasil Perhitungan Data Pengamatan
Keterangan
:
A = massa kertas saring
B = massa asam benzoate
C = massa kertas saring + massa asam benzoat
(A + B)
D = massa asam benzoat yang tidak larut
E = kelarutan intrinsik ( S0)
F = kelarutan semu ( S )
e) Grafik
atau kurva hubungan pH larutan dapar fosfat terhadap kelarutan semu asam
benzoate :
A. PEMBAHASAN
Pada umumnya, sebelum suatu obat dipasarkan kepada
masyarakat, perlu diketahui bagaimana kelarutan obat tersebut dalam tubuh
manusia. Hal tersebut sangat penting karena tidak semua zat yang terkandung
dalam obat terserap oleh tubuh, akan tetapi terdapat bagian zat yang
dieksresikan.
Pada percobaan kali ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pH terhadap kelarutan semu asam benzoat. Kelarutan semu merupakan
keadaan di mana suatu zat terlarut seolah-olah telah larut seluruhnya dan zat
pelarut, namun sebenarnya masih terdapat bagian zat terlarut yang tidak larut.
Dalam percobaan ini digunakan asam benzoat sebagai zat yang hendak diukur
kelarutan semunya.
Asam benzoat merupakan salah satu senyawa organik
golongan asam aromatik. Untuk mengukur nilai kelarutan semu asam benzoat,
digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu pH 5,8 ; 6,0
; 6,2 ; 6,6 ; dan 6,8. Digunakan larutan dapar fosfat karena larutan dapar
merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun ditambahkan
sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut untuk
melarutkan asam benzoat yang bersifat asam lemah. Penggunaan pH yang dibuat
bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan
semu asam benzoat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan dapar fosfat
harus dibuat bervariasi.
Dalam
prosesnya, asam benzoat dilarutkan dalam larutan dapar fosfat dengan ukuran pH
yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan ada tiap-tiap pH yang telah
ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan. Pengocokan dilakukan dengan tujuan
untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dalam percobaan yang telah dilakukan,
pengocokan dilakukan selama 20 menit. Setelah pengocokan selama 20 menit, akan
tampak bagian asam benzoate yang tidak larut dalam larutan dapar fosfat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa asam benzoate memiliki kelarutan semu.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah
metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap asam benzoate sebelum
dan sesudah dilarutkannya asam benzoate dalam larutan dapar fosfat. Berdasarkan
hasil pengamatan, diperoleh berat asam benzoate yang tidak larut dari
mengurangkan berat kertas saring akhir ( berat kertas saring dan sisa asam
benzoate yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Kemudian
nilai kelarutan asam benzoate dapat diketahui dengan menggunakan persamaan,
sebagaimana telah diuraikan dalam analisis data hasil pengamatan di atas. Dari
nilai kelarutan asam benzoate pun dapat dihitung kelarutan semu asam benzoate
dengan menggunakan persamaan :
Data
atau nilai kelarutan semu asam benzoate terhadap perubahan nilai pH larutan
dapar fosfat dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan di atas, juga hubungan
antara kelarutan semu asam benzoate terhadap perubahan nilai pH sebagaimana
yang telah dilampirkan dalam grafik di atas.
Secara
teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutan semu-nya. Maksudnya
ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga
kelarutan semu zat tersebut. Namun, berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,
tampak pada grafik bahwa kelarutan semu asam benzoate tidak berbanding lurus
terhadap perubahan pH larutan dapar fosfat yang digunakan, tetapi membentuk kurva naik-turun.
Ketidaksesuaian
hubungan perubahan pH terhadap kelarutan semu asam benzoate dengan teori yang
telah diuraikan sebelumnya tampak pada saat pH larutan dapar fosfat meningkat,
yaitu pada saat pH larutan dapar fosfat
berada pada skala 6,6, kelarutan semu asam benzoate menurun, yaitu berada pada
skala -4,128. Sedangkan pada saat pH larutan dapar fosfat berada pada skala
5,8, kelarutan semu asam benzoate berada pada skala 3,046.
Perbedaan
antara teori dengan hasil percobaan mengenai hubungan perubahan pH terhadap
kelarutan semu asam benzoate kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
salah satu di antaranya adalah larutan dapar fosfat yang digunakan kemungkinan
telah rusak karena tampak cairan kental berwarna putih dalam larutan dapar
fosfat tersebut.
Di
samping itu, dipengaruhi juga oleh kurang maksimalnya pengocokkan yang
dilakukan sehingga tidak memperoleh hasil yang sempurna pada bagian asam
benzoate yang tidak larut. Selain itu, dipengaruhi pula saat proses penyaringan
dengan menggunakan kertas saring. Saat percobaan, dalam proses penyaringan
masih terdapat bagian asam benzoate yang tidak larut dalam labu erlenmeyer
sehingga tidak diperoleh dengan sempurna bagian asam benzoate yang tidak larut.
Oleh sebab itu , perlu diperhatikan pula tahap-tahap dalam melakukan percobaan,
dimulai dari proses penimbangan, melarutkan asam benzoate dengan larutan dapar
fosfat, proses pengeringan, hingga proses penimbangannya.
B. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat
ditarik kesimpulan bahwa pH mempengaruhi kelarutan asam benzoate (asam lemah),
di mana semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai kelarutan asam
benzoat (asam lemah).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2012, Penuntun
Praktikum Farmasi Fisika I, Universitas Haluoleo, Kendari
Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Anaisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Hart, Harold, 1983, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Harrizul, Rivai 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press,
Padang.
Jufri, Mahdi, dkk, 2004,
Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol (I), No 3, Hal.160.
Martin, Alfred, dkk, 1990, Farmasi Fisik. Dasar-dasar
Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Siaka,I.M., 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat
Pada Saos Tomat Yang Beredar Di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia, vol (3),
No 2-5, Hal.88.
No comments:
Post a Comment