Translate

Monday, December 10, 2012

Kelarutan Semu



LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISISKA I
PERCOBAAN II
KELARUTAN SEMU/ TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)
 



            NAMA                   :           SAKINAH
            STAMBUK           :           F1F111023
KELOMPOK       :           I
KELAS                 :           B
           ASISTEN              :           DIAN PERMANA, S.Si
 




JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012







KELARUTAN SEMU / TOTAL (APPARENT SOLUBILITY)

A.    TUJUAN
Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH larutan terhadap kelaruta bahan obat yang bersifat asam lemah.
B.     LANDASAN TEORI
Topik mengenai larutan perlu dipelajari lebih mendalam karena sangat penting, khususnya untuk ahli farmasi, sehingga dapat mengerti teori dan penerapan dari gejala kelarutan dan dapat membantu memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu mengatasi kesulitan- kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan farmasetis (dibidang farmasi). Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur dan obat gaya antarmolekul obat (Martin,dkk, 1990).
Menurut Farmakope Indonesia IV, kelarutan paparan di bawah judul Kelarutan, bukanlah merupakan standar atau uji kemurnian dari zat yang bersangkutan, tetapi dimaksudkan terutama sebagai informasi dalam penggunaan, pengolahan, dan peracikan suatu bahan; kecuali bila disebutkan khusus dalam judul tersendiri dan disertai cara ujinya secara kuantitatif. Kelarutan zat yang tercantum dalam Farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut : (Anonim, 1995)
Istilah kelarutan
Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut
Kurang dari 1
Mudah larut
1 sampai 10
Larut
10 sampai 30
Agak sukar larut
30 sampai 100
Sukar larut
100 samapi 1000
Sangat sukar larut
10000 sampai 10.000
Praktis tidak larut
Lebih dari 10.000
Sebelum dibahas lebih jauh mengenai kelarutan perlu diketahui pula mengenai larutan yang dibagi atas larutan jenuh, larutan tidak jenuh, dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu arutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat zat terlarut). Suatu larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung hampir zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Sedangkan larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (Martin,dkk, 1990).
Untuk kelarutan sendiri didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersinmolekuler homogen. Secara khusus, kelarutan obat dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Menurut U.S. Pharmacopeia and National Formulary, definisi kelarutan obat adalah julah ml pelarut di mana akan larut 1 garm zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalita, molarita, dan presentase (Martin,dkk, 1990).
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin,dkk, 1990).
Daya kelarutan suatu zat berkhasiat memegang peranan penting dalam formulasi suatu sediaan farmasi. Lebih dari 50% senyawa kimia baru yang ditemukan saat ini bersifat hidrofobik. Kegunaan secara klinik dari obat-obat hidrofobik menjadi tidak efisien dengan rendahnya daya kelarutan, dimana akan mengakibatkan kecilnya penetrasi obat tersebut di dalam tubuh. Kelarutan suatu zat berkhasiat yang kurang dari 1 mg/ml mempunyai tingkat disolusi yang kecil karena kelarutan suatu obat dengan tingkat disolusi obat tersebut sangat berkaitan (Jufri,dkk, 2004).
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa kelarutan suatu zat (dalam hal ini obat) dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah pH. Banyak obat-obat penting yang termasuk ke dalam kelompok asam lemah dan basa lemah. Obat-obat ini bereaksi dengan asam lemah dan basa kuat serta dalam jarak pH tertentu berada sebagai ion yang biasanya larut dalam air (Martin,dkk, 1990).
Secara teori, jika pH dinaikkan, maka kelarutannya pun akan meningkat, karena selain terbentuk larutan jenuh obat dalam bentuk molekul yang tidak terionkan (kelarutan intrinsic) juga terlarut obat yang berbentuk ion (Anonim, 2012).
Dari apa yang telah yang dikatakan tentang pengaruh asam dan basa pada larutan elektrolit lemah, jelaslah bahwa kelarutan elektrolit lemah sangat dipengaruhi oleh pH larutan. Sebagai contoh larutan 1% fenobarbital natrium larut dalam harga pH basa yang tinggi. Bentuk ion yang larut diubah menjadi bentuk meolekul fenobarbital apabila pH rendah, dan di bawah 8,3, obat mulai mengendap dari larutan pada temperatur ruang. Dari segi lain, garam alkanoid seperti atropine sulfat mulai mengendap apabila pH naik (Martin,dkk, 1990).
Secara matematis, hubungan antara pH dan kelarutan dapat diungkapkan dalam persamaan :
Di mana, S0 merupakan kelarutan intrinsic obat dan S merupakan kelarutan semu obat (apparent solubility) (Anonim, 2012).
Dalam percobaan ini, sampel yang diamati adalah asam benzoat. Asam benzoate merupakan golongan asam aromatik. Asam aromatik bereaksi dengan akali encer membentuk garam yang larut dalam air, tetapi dapat diendapkan sebagai asam bebas jika diendapkan sebagai garam logam berat apabila ion logam berat ditambahkan ke dalam larutan (Martin,dkk, 1990).
Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam makanan adalah asam benzoate (C6H5COOH). Pengawet ini sangat cocok digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam seperti saos tomat. Bahan ini bekerja sangat efektif pada pH 2,5 – 4,0 untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri (Siaka, 2009).
Dalam penentuan kelarutan asam benzoate ini menggunakan larutan buffer atau dapar. Larutan dapar adalah senyawa-senyawa atau campuran senyawa yang dapat meniadakan perubahan pH terhadap penambahan sedikit asam atau sedikit basa. Peniadaan perubahan pH tersebut dikenal dengan aksi dapar. Karena larutan dapar tersebut dapat mempertahankan pH sehingga dapat digunakan untuk menentukan kelarutan semu zat tersebut (Martin,dkk, 1990).
Secara khusus, penentuan kelarutan semu (apparent solubility) asam benzoate dapat dilakukan dengan metode gravimetri. Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Kesederhaaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai, 1995).
Bagian terbesar analisis gravimetri menyangkut perubahan unsure atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa yang lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyususnnya. Suatu metode analisis gravimetri didasarkan pada reaksi kimia seperti :
aA + Rr ® AaRr , yang mana sejumlah a analit A akan bereaksi dengan sejumlah r pereaksi R membentuk produk AaRr yang biasanya merupakan suatu senyawa yang sangat sedikit larut dan dapat ditimbang setelah pengeringan ; atau produk tersebut dapat dibakar menjadi senyawa lain yang komposisinya diketahui untuk kemudian ditimbang (Gandjar,dkk 2007).
Biasanya reagen atau pereaksi (R) yang ditambahkan adalah berlebihan untuk menekan kelarutan endapan. Agar analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan berikut harus dipenuhi, yakni :
§    Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analitis tidak terdeteksi.
§    Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni dan mempunyai susunan yang pasti. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan kesalahan yang besar (Gandjar,dkk,  2007).
Kelebihan cara analisis gravimetri adalah disbanding volumetri adalah adalah bahwa penyusun yang dicari dapat diketahui pengotornya jika ada; dan bila diperlukan dapat dilakukan pembetulan (koreksi). Kekurangan atau kejelekan dari metode gravimetri ini adalah cara ini sangat emakan waktu (time consuming) (Gandjar,dkk, 2007).
Pekerjaaan analisis secara gravimetri data dibagi dalam beberapa langkah yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, dan pengeringan, pemanasan/ pemijaran dan penimbangan ndapan hingga konstan (Gandjar,dkk, 2007).
Dalam cara pengendapan, analit yang akan ditetapkan diendapkan dari larutannya dalam bentuk senyawa yang tidak larut atau sukar larut, sehingga tidak ada yang hilang selama penyaringan, pencucian, dan penimbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi berhasilnya cara pengendapan ialah edapan harus sedemikian tidak larut, sehingga tidak ada kehilangan yang berarti pada penyarian. Dalam kenyataannya, keadaan ini diijinkan asalkan banyaknya yang masih tinggal (tidak terendapkan) tidak melampaui batas minimum yang dapat ditunjukkan oleh neraca analitik 0,1mg (Gandjar,dkk, 2007).
Keadaan fisis endapan juga harus sedemikian rupa sehingga dapat segera dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan serta dicuci hingga bebas dari pengotor. Zarah-zarah endapan harus dapat ditahan alat penyaring serta besarnya zarah tidak berubah selama pencucian. Di samping itu, endapan harus dapat diubah menjadi senyawa murni dengan susunan kimia yang pasti; ini dapat dicapai dengan pemijaran atau pengeringan/ penguapan memakai cairan yang cocok (Gandjar,dkk, 2007).
Setelah dilakukan pengendapan, selanjutnya adalah penyaringan. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan endapan yang bebas (terisah) dari larutan (cairan induk). Penyaringan umumnya dilakukan dengan menggunakan kertas saring. Selanjutnya, dilakukan pencucian endapan. Pencucian endapan yang dimaksudkan untuk membersihkan endapan dari cairan induknya yang selalau terbawa. Adanya cairan ini pada pemanasan akan meninggalkan bahan-bahan yang tidak mudah menguap, karenanya endapan harus harus dicuci sebersih-bersihnya (Gandjar,dkk, 2007).
Larutan yang digunakan untuk mencuci sedapat mungkin sedikit saja untuk menghindari adanya endapan yang larut. Selanjutnya ialah pengeringan atau pemanasan endapan. Sebelum endapan ditimbang harus diubah terlebih dahulu menjadi bentuk yang susunannya tetap. Ini dikerjakan dengan cara pengeringan atau pemanasan/ pemijaran (Gandjar,dkk, 2007).





C.     ALAT DAN BAHAN
1.   Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
*     Erlenmeyer 5 buah
*     Corong 1 buah
*     Gelas kimia 1 buah
*     Pipet ukur
*     Oven
*     Kertas saring yang telah diketahui beratnya ( 5 lembar)
*     Botol semprot

2.   Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah :
*     Asam benzoate 0,2 gram
*     Larutan dapar fosfat dengan pH 5,8 ; 6,0 ; 6,2 ; 6,6 ; 6,8 
* Akuades 


A.    PROSEDUR KERJA
 

A.    HASIL PENGAMATAN
1.   Tabel Hasil Pengamatan
No
pH
Berat Kertas Saring (gr)
Asam Benzoat yang Tidak Larut (gr)
(Berat Kertas Saring Akhir – Awal)
Awal
Akhir
1
5,8
0,47
0,58
0,11
2
6,0
0,48
0,69
0,21
3
6,2
0,49
0,64
0,15
4
6,6
0,46
0,68
0,22
5
6,8
0,47
0,65
0,18

2.   Analisis Data
a)   Massa asam benzoat yang larut
§ Untuk pH 5,8 :
Massa asam benzoat = massa benzoatawal-massa benzoattidak larut
                                          = 0,2 gram – 0,11 gram
                                          = 0,09 gram
b)   Menghitung konsentrasi kelarutan intrinsik (S0)
§ Untuk Ph 5,8 :

            S0            =  x
                        =
                                    =
                                    = 0,0737 M
c)   Menghitung konsentrasi kelarutan semu (S)
§ Untuk pH 5,8 :
No.
pH
A
B
C
D
E
F
1
5.8
1.017 g
0.2 g
0,58 g
0,11 g
0.073 M
3.046
2
6.0
1.027 g
0.2 g
0,69 g
0,21 g
-0.008 M
-5.244
3
6.2
0.953 g
0.2 g
0,64 g
0,15 g
0.040 M
4.132
4
6.6
1.107 g
0.2 g
0,68 g
0,22 g
-0.016 M
-4.128
5
6.8
1.098 g
0.2 g
0,65 g
0,18 g
0.016 M
6.533
d)   Tabel Berdasarkan Hasil Perhitungan Data Pengamatan







Keterangan :
A   = massa kertas saring
B    = massa asam benzoate
C    = massa kertas saring + massa asam benzoat (A + B)
D   = massa asam benzoat yang tidak larut
E    = kelarutan intrinsik ( S0)
F    = kelarutan semu ( S )

e)      Grafik atau kurva hubungan pH larutan dapar fosfat terhadap kelarutan semu asam benzoate :
 

A.    PEMBAHASAN
Pada umumnya, sebelum suatu obat dipasarkan kepada masyarakat, perlu diketahui bagaimana kelarutan obat tersebut dalam tubuh manusia. Hal tersebut sangat penting karena tidak semua zat yang terkandung dalam obat terserap oleh tubuh, akan tetapi terdapat bagian zat yang dieksresikan.
Pada percobaan kali ini adalah untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kelarutan semu asam benzoat. Kelarutan semu merupakan keadaan di mana suatu zat terlarut seolah-olah telah larut seluruhnya dan zat pelarut, namun sebenarnya masih terdapat bagian zat terlarut yang tidak larut. Dalam percobaan ini digunakan asam benzoat sebagai zat yang hendak diukur kelarutan semunya.
Asam benzoat merupakan salah satu senyawa organik golongan asam aromatik. Untuk mengukur nilai kelarutan semu asam benzoat, digunakan larutan dapar fosfat dengan berbagai pH tertentu, yaitu pH 5,8 ; 6,0 ; 6,2 ; 6,6 ; dan 6,8. Digunakan larutan dapar fosfat karena larutan dapar merupakan larutan yang tidak mengalami perubahan pH walaupun ditambahkan sedikit asam maupun sedikit basa sehingga dapat digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan asam benzoat yang bersifat asam lemah. Penggunaan pH yang dibuat bervariasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan pH terhadap kelarutan semu asam benzoat, sehingga variabel bebas dalam hal ini larutan dapar fosfat harus dibuat bervariasi.
 Dalam prosesnya, asam benzoat dilarutkan dalam larutan dapar fosfat dengan ukuran pH yang telah ditentukan sebelumnya secara bersamaan ada tiap-tiap pH yang telah ditentukan, kemudian dilakukan pengocokan. Pengocokan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Dalam percobaan yang telah dilakukan, pengocokan dilakukan selama 20 menit. Setelah pengocokan selama 20 menit, akan tampak bagian asam benzoate yang tidak larut dalam larutan dapar fosfat. Hal tersebut menunjukkan bahwa asam benzoate memiliki kelarutan semu.
Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode gravimetri, di mana dilakukan penimbangan terhadap asam benzoate sebelum dan sesudah dilarutkannya asam benzoate dalam larutan dapar fosfat. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh berat asam benzoate yang tidak larut dari mengurangkan berat kertas saring akhir ( berat kertas saring dan sisa asam benzoate yang tidak larut) dengan berat kertas saring awal.
Kemudian nilai kelarutan asam benzoate dapat diketahui dengan menggunakan persamaan, sebagaimana telah diuraikan dalam analisis data hasil pengamatan di atas. Dari nilai kelarutan asam benzoate pun dapat dihitung kelarutan semu asam benzoate dengan menggunakan persamaan :

Data atau nilai kelarutan semu asam benzoate terhadap perubahan nilai pH larutan dapar fosfat dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan di atas, juga hubungan antara kelarutan semu asam benzoate terhadap perubahan nilai pH sebagaimana yang telah dilampirkan dalam grafik di atas.
Secara teori, perubahan pH berbanding lurus dengan kelarutan semu-nya. Maksudnya ialah, semakin meningkat nilai pH suatu larutan, maka semakin besar juga kelarutan semu zat tersebut. Namun, berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, tampak pada grafik bahwa kelarutan semu asam benzoate tidak berbanding lurus terhadap perubahan pH larutan dapar fosfat yang digunakan, tetapi membentuk  kurva naik-turun.
Ketidaksesuaian hubungan perubahan pH terhadap kelarutan semu asam benzoate dengan teori yang telah diuraikan sebelumnya tampak pada saat pH larutan dapar fosfat meningkat, yaitu pada saat pH  larutan dapar fosfat berada pada skala 6,6, kelarutan semu asam benzoate menurun, yaitu berada pada skala -4,128. Sedangkan pada saat pH larutan dapar fosfat berada pada skala 5,8, kelarutan semu asam benzoate berada pada skala 3,046.
Perbedaan antara teori dengan hasil percobaan mengenai hubungan perubahan pH terhadap kelarutan semu asam benzoate kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu di antaranya adalah larutan dapar fosfat yang digunakan kemungkinan telah rusak karena tampak cairan kental berwarna putih dalam larutan dapar fosfat tersebut.
Di samping itu, dipengaruhi juga oleh kurang maksimalnya pengocokkan yang dilakukan sehingga tidak memperoleh hasil yang sempurna pada bagian asam benzoate yang tidak larut. Selain itu, dipengaruhi pula saat proses penyaringan dengan menggunakan kertas saring. Saat percobaan, dalam proses penyaringan masih terdapat bagian asam benzoate yang tidak larut dalam labu erlenmeyer sehingga tidak diperoleh dengan sempurna bagian asam benzoate yang tidak larut. Oleh sebab itu , perlu diperhatikan pula tahap-tahap dalam melakukan percobaan, dimulai dari proses penimbangan, melarutkan asam benzoate dengan larutan dapar fosfat, proses pengeringan, hingga proses penimbangannya.



B.     KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pH mempengaruhi kelarutan asam benzoate (asam lemah), di mana semakin tinggi nilai pH, maka semakin tinggi pula nilai kelarutan asam benzoat (asam lemah).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2012, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I, Universitas Haluoleo, Kendari
Gandjar, Ibnu Gholib, Abdul Rohman, 2007, Kimia Farmasi Anaisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hart, Harold, 1983, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Harrizul, Rivai 1995, Asas Pemeriksaan Kimia, UI Press, Padang.
Jufri, Mahdi, dkk, 2004, Formulasi Gameksan Dalam Bentuk Mikroemulsi, Majalah Ilmu Kefarmasian, vol (I), No 3, Hal.160.
Martin, Alfred, dkk, 1990, Farmasi Fisik. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Siaka,I.M., 2009, Analisis Bahan Pengawet Benzoat Pada Saos Tomat Yang Beredar Di Wilayah Kota Denpasar, Jurnal Kimia, vol (3), No 2-5, Hal.88.
 



 

No comments:

Post a Comment