Translate

Monday, December 10, 2012

Kinetika Reaksi Kimia

LAPORAN
PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN IV
KINETIKA REAKSI KIMIA
Description: D:\haluoleo.jpeg



OLEH :
    NAMA                    :           SAKINAH

STAMBUK                :              F1F111023

KELOMPOK             :              II

KELAS                       :              B

ASISTEN                   :              WAHAB, S.Si






JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2012

KINETIKA REAKSI KIMIA


A.    TUJUAN

Adapun tujuan dalam praktikum ini adalah untuk mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadaluarsa suatu obat.

B.     LANDASAN TEORI

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang tertulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan (Martin, dkk, 1993).
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa berikut :
1)               Kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan dari obat tersebut.
2)               Disolusi, di sini yang diperhatikan terutama kecapatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekuler.
3)               Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi, beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorpsi obat  ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh,  dan laju pengeluaran obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur pelepasan.
4)               Kerja obat pada tingkat molekuler obat dapat dibuat dalam bentuk yang tetap dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu proses laju (Martin, dkk, 1993).
Dua aspek fisiko-kimia yang penting sebagai parameter evaluasi terhadap proses penjerapan adalah kinetika kimia dan sistem kesetimbangan. Kinetika penjerapan menggambarkan laju penangkapan zat terlarut dan hal ini berhubungan erat dengan efisiensi penjerapan (sorption efficiency). Contohnya ialah  laju penjerapan tembaga (II) pada arang aktif yang disintesis dari batang jagung telah diukur sebagai fungsi waktu pada suhu ruang. Laju penjerapan yang cepat pada awal reaksi dan melambat ketika mencapai kesetimbangan  Konstanta laju penjerapan, k (menit-1) ditentukan menggunakan persamaan kinetika orde 1 (Suhendra, 2010).
Laju atau kecepatan suatu reaksi diberikan sebagai  , artinya terjadi penambahan atau pengurangan konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hukum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi aA + bB + …. = Produk, laju reaksinya adalah :
 , dimana k adalah konstanta laju. Laju berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberian dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi (Martin, dkk, 1993).
Secara sederhana, laju reaksi dapat dituliskan sebagai  atau , di mana r merupakan laju reaksi, Dt merupakan waktu yang diperlukan untuk reaksi, D[R] merupakan perubahan konsentrasi reaktan, dan DP merupakan perubahan konsentrasi produk. Tanda negatif menunjukkan bahwa konsnetrasi reaktan menurun terhadap waktu. Sebaliknya, tanda positif menunjukkan konsentrasi produk bertambah terhadap waktu (Susilowati, 2009).
Salah satu contoh yang dipengaruhi oleh laju reaksi adalah perkaratan pada besi. Sesungguhnya karat hanyalah sebagian dari produk akibat proses korosi. Fontana, mendefinisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material yang diakibatkan oleh adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan yang tidak mendukung. Definisi material yang dimaksud di sini tidak hanya reaksi anoda diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya produksi elektron. Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron sehingga menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama korosi yang dapat dituliskan “Ketika suatu logam terjadi korosi maka laju oksidasi akan sama dengan laju reduksi” (Ahadi, dkk, 2002).
Dari hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan sebuah garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaktan (Martin, dkk, 1993).
Orde reaksi menunjukkan besar pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Orde reaksi hanya dapat ditentukan secara eksperimen. Suatu reaksi dikatakan berorde nol jika laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi. Maksudnya, perubahan konsentrasi zat tidak mempengaruhi laju reaksi. Suatu reaksi dikatakan memiliki orde pertama jika laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi salah satu reaktan. Jika konsentrasi reakstan dilipatduakan, maka laju reaksi juga lipat dua kali. Suatu reaksi dikataka memiliki orde kedua jika laju reaksi berbanding lurus dengan kuadrat konsentrasi reaktan. Jika konsentrasi reaktan dilipatduakan maka laju reaksi lipat 22= 4 kali (Susilowati, 2009).
Konstanta k yang ada dalam hukum laju yang digabung dengan reaksi elementer, disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi, seperti temperature, pelarut, atau sedikit perubahan dari suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan menyebabkan hukum laju reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju spesifik. Secara eksperimen, satu perubahan konstanta laju spesifik berhubungan terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju. Variasi dalam konstanta laju spesifik merupakan kebermaknaan fisik yang penting, karena perubahan dalam konstanta ini menggambarkan suatu perubahan pada tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi reaksi (Martin, dkk, 1993).
Konstanta laju yang didapatkan dari reaksi-reaksi yang mengandung sejumlah langkah molekularita yang berbeda merupakan fungsi konstata laju spesifik untuk berbagai bentuk langkah setiap perubahan dalam sifat-sifat dari satu langkah yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaksi itu atau pada sifat-sifat dari molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini, akan menyebabkan perubahan harga konstanta laju keseluruhan. Pada saat variasi dalam konstanta laju reaksi keseluruhan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang berguna mengenai suatu reaksi. Segala sesuatu yang memengaruhi konstanta laju spesifik akan mempengaruhi laju lainnya, maka sulit untuk memberikan arti variasi dalam konstanta laju keseluruhan untuk reaksi ini (Martin, dkk, 1993).
Pada tahun 1918, Hamed menunjukkan bahwa laju penguraian hidrogen peroksida, dengan katalis 0,02 M KI, sebanding dengan konsentrasi sisa hidrogen peroksida dalam campuran reaksi pada setiap saat. Reaksinya ialah : 2H2O2 ® 2H2O + O2. Walapun terdiri dari dua molekul hidrogen peroksida pada persamaan stoikiometri, reaksi tersebut adalh orde pertama. Persamaan laju reaksinya ialah  , di mana c adalah konsentrasi sisa hidrogen peroksida yang tidak terura pada waktu t dan k adalah konstanta laju orde-petama. Integrasi persamaan tersebut antara konsentrasi Co pada saat t = 0 dan konsentrasi c pada waktu t dapat diperoleh dalam bentuk logaritma umum yaitu :
, atau   (Martin, dkk, 1993).
Hal tersebut juga berkaitan dengan waktu paruh obat. Waktu paruh suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya, dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabka rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian species,, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Anonim, 2012).
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian yang berbeda pada konsidi yang berbeda. Walaupun penguraian hidrogen peroksida, misalnya dengan katalis ion iodine adalah sau orde pertama, telah ditemukan bahwa penguraian larutan yang distabilkan dengan berbagai pereaksi dapat menjadi orde-nol. Dalam hal ini, di mana reaksi tidak tergantung pada konsentrasi obat, penguraia mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau berbagai faktor luar lainnya (Martin, dkk, 1993).
Asetosal atau asam salisiat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, dan agak sukar larut dalam klorofom. Identifikasinya menunjukkan reaksi salisilat seperti yang tertera pada uji identifikasi umum, memiliki jarak lebur antara 1580 dan 1610 (Anonim, 1995).



C.     ALAT DAN BAHAN

1.   Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
§  Hot plate
§  Pipet ukur 10 ml
§  Termometer
§  Statif dan klem
§  Gelas kimia 100 ml 2 buah

2.   Bahan

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
§  FeCl3
§  Asetosal 10 ml
§  Es batu
§  Akuades



A.    PROSEDUR KERJA








A.    HASIL PENGAMATAN

1)      Tabel Hasil Pengamatan
Sampel
Waktu (t)
Absorbansi (C)
Log C
1
5
0,857
-0,0670
2
10
0,618
-0,2090
3
15
0,817
-0,0877
4
20
0,867
-0,0619
5
25
0,751
-0,1243

2)      Perhitungan
Di mana :
k    =          tetapan kecepatan reaksi
C0   =          konsentrasi zat mula-mula ( diketahui 0,915)
C   =          Konsentrasi pada waktu t
a)   Tetapan kecepatan reaksi masing-masing tabung :
Untuk tetapan kecepatan reaksi pada tabung 1 :
Dengan mengunakan perhitungan di atas dapat diperoleh nilai tetapan kecepatan reaksi pada tabung 2, 3, 4, dan 5 yang hasilnya telah disajikan pada tabel berikut :
Sampel
Waktu (t) (menit)
Absorbansi (C)
Log C
k (menit-1)
1
5
0,857
-0,0670
0,0129
2
10
0,618
-0,2090
0,0392
3
15
0,817
-0,0877
0,0075
4
20
0,867
-0.0619
0,0026
5
25
0,751
-0,1243
0,0078

3)      Grafik Hasil Pengamatan
 

Berdasakan kurva di atas, diperoleh persamaan garis sebagai berikut :
Persamaan di atas berkolerasi dengan persamaan berikut :
Sehingga persamaan dari kedua persamaan di atas dapat di peroleh konstanta atau tetapan lau reaksi keseluruhan, yaitu :
 menit-1
4)      Menghitung Waktu Kadaluarsa Obat
Untuk menghitung waktu kdaluarsa obat, dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :
 menit-1
 menit.


F.    PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini ialah mengenai kinetika reaksi kimia. Kinetika reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laju reaksi atau kecepatan reaksi tersebut merupakan perubahan konsentrasi reaktan terhadap waktu. Laju reaksi maupun perubahan konsentrasi tidak dapat hanya dengan diramalkan atau ditentukan dari persamaan reaksi keseluruhan, akan tetapi harus melalui eksperimen atau percobaan.
Pada percobaan ini, sampel yang hendak diketahui konstanta laju reaksi serta pengaruh lama pemanasan terhadap laju reaksinya adalah asetosal. Larutan asetosal masing-masing dipipet 10 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi yang kemudian di panaskan dalam air pada suhu 400C.
Setelah lima menit pertama, tabung pertama diangkat dan segera didinginkan. Pendinginan dilakukan agar reaksinya berhenti dan dapat diukur absorbansi atau nilai serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung lainnya masing-masing dengan selang waktu lima menit. Selang waktu tertentu mengakibatkan perbedaan lama waktu pemanasan pada masing-masing waktu. Perbedaan lama waktu tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh lama  waktu pemanasan terhadap laju reaksi masing-masing asetosal pada tabung yang berbeda.
Selanjutnya, masing-masing tabung ditambahkan dengan larutan FeCl3 dengan tujuan agar larutan dapat berwarna. Dalam percobaan larutan asetosal berubah warna menjadi ungu. Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh terbentuknya senyawa kompleks karena terikatnya atom Fe pada atom O pada salah satu gugus pada asetosal secara kordinasi, sehingga membentuk senyawa kompleks di mana atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan elektron bebas dari atom O sebagai ligannya.

Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan asetosal dapat diukur nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana, prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Pewarnaan larutan tersebut dilakukan dengan penambahan beberapa tetes larutan FeCl3 yang dapat memberi warna ungu pada larutan.
Namun sebelumnya, larutan asetosal awal, yaitu yang tidak diberi perlakuan sebagaimana pada larutan asetosal pada lima tabung yang berbeda, harus diukur absorbansinya terlebih dahulu sebagai konsentrasi mula-mula. Dalam percobaan ini, konsentrasi mula-mula asetosal yang diperoleh ialah 0,915 M.
Kemudian dengan mengetahui nilai absorbansi atau serapan dari masing-masing asetosal, dapat pula diketahui nilai tetapan laju reaksi sebagaimana telah diuraikan pada hasil pengamatan di atas. Pada grafik di atas terdapat hunbungan log C atau log absorbansi terhadap waktu. Absorbansi pada data di atas dilogaritmakan untuk menyesuaikan persamaan sesuai dengan persamaan dalam termodinamika, di mana .
Dari tabel dan persamaan garis linear pada grafik hasil pengamatan, diperoleh hubungan bahwa nilai absorbansi larutan sampel berbanding terbalik terhadap waktu, artinya semakin lama waktu pemanasan semakin kecil nilai absorbansi larutan sampel. Hal tersebut dikarenakan semakin lama larutan tersebut dipanaskan maka semakin banyak pula senyawa-senyawa dalam larutan sampel tersebut yang terurai. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terurainya suatu obat ialah karena suhu panas atau temperatur.
Selain dapat mengetahui laju reaksi suatu larutan atau sampel bahan obat, dapat pula diketahui waktu paro obat, yaitu waktu yang digunakan untuk mengurai setengah dari konsentrasi awal. Dapat pula dihitug atau diketahui waktu kadaluarsa suatu obat sebagaimana telah diuraikan dalam hasil pengamatan di atas. Berdasarkan percobaan dan perhitngan terhadap data pengamatan, diperoleh waktu kadaluarsa sampel yang digunakan dengan nilai t90 yaitu 22,826 menit.






G.    KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut
1.            Semakin lama suatu larutan dipanaskan, maka semakin rendah nilai absorbansi atau konsentrasinya, dan semakin rendah konsentrasi suatu larutan, maka laju reaksinya juga semakin rendah.
2.            Waktu kadaluarsa obat yang diuji cobakan adalah  menit.

                                                            DAFTAR PUSTAKA       


Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2012, Penuntun Praktikum Farmasi Fisika I, Universitas Haluoleo, Kendari.
Ashadi, Henky.W,dkk, 2002, Pengaruh Unsur-Unsur Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : II. Di Dalam Lumpur Rawa, Makara Teknologi, Vol 6, No. 2, Hal. 71-72.
Suhendra, Dedy, dan Erin Ryanti Gunawan, 2010, Pembuatan Arang Aktif Dari Batang Jagung Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya Pada Penjerapan Ion Tembaga (II), Makara Sains, Vol.14, No.1, Hal. 22-16.
Martin, Alfred, dkk, 1993, Farmasi Fisik. Dasar-dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Susilowati, Endang, 2009, Theory and Application of Chemistry for Grade XI, Tiga Serangkai, Solo.