LAPORAN
PRAKTIKUM
FARMASI FISIKA I
PERCOBAAN
IV
KINETIKA
REAKSI KIMIA
OLEH :
NAMA : SAKINAH
STAMBUK
: F1F111023
KELOMPOK : II
KELAS : B
ASISTEN : WAHAB, S.Si
JURUSAN
FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
HALUOLEO
KENDARI
2012
KINETIKA REAKSI KIMIA
A. TUJUAN
Adapun tujuan dalam praktikum ini adalah untuk
mempelajari kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadaluarsa suatu
obat.
B. LANDASAN TEORI
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu
diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian, mulai
dari pengusaha obat sampai ke pasien. Ahli farmasi harus mengetahui
ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus
diyakinkan bahwa obat yang tertulis atau digunakannya akan sampai pada tempat
pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang
diinginkan (Martin, dkk, 1993).
Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan
dimasukkan dalam rantai peristiwa berikut :
1)
Kestabilan
dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah sesuatu yang
menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya
khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kimia yang kurang diinginkan
dari obat tersebut.
2)
Disolusi,
di
sini yang diperhatikan terutama kecapatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan
padat menjadi bentuk larutan molekuler.
3)
Proses
absorpsi, distribusi, dan eliminasi, beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorpsi
obat ke dalam tubuh, laju distribusi
obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran
obat setelah proses distribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme,
penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur pelepasan.
4)
Kerja
obat pada tingkat molekuler obat dapat dibuat dalam
bentuk yang tetap dengan menganggap timbulnya respons dari obat merupakan suatu
proses laju (Martin, dkk, 1993).
Dua
aspek fisiko-kimia yang penting sebagai parameter evaluasi terhadap proses
penjerapan adalah kinetika kimia dan sistem kesetimbangan. Kinetika penjerapan
menggambarkan laju penangkapan zat terlarut dan hal ini berhubungan erat dengan
efisiensi penjerapan (sorption efficiency). Contohnya ialah laju penjerapan tembaga (II) pada arang aktif
yang disintesis dari batang jagung telah diukur sebagai fungsi waktu pada suhu
ruang. Laju penjerapan yang cepat pada awal reaksi dan melambat ketika mencapai
kesetimbangan Konstanta laju penjerapan,
k (menit-1) ditentukan menggunakan persamaan kinetika orde 1 (Suhendra, 2010).
Laju
atau kecepatan suatu reaksi diberikan sebagai , artinya terjadi penambahan atau pengurangan
konsentrasi C dalam selang waktu dt.
Menurut hukum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding dengan hasil kali
dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka
yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zat yang ikut serta dalam reaksi.
Dalam reaksi aA + bB + …. = Produk, laju reaksinya adalah :
, dimana k adalah konstanta laju. Laju
berkurangnya masing-masing komponen reaksi diberian dalam bentuk jumlah mol
ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi (Martin,
dkk, 1993).
Secara
sederhana, laju reaksi dapat dituliskan sebagai atau , di mana r merupakan
laju reaksi, Dt
merupakan waktu yang diperlukan untuk reaksi, D[R] merupakan perubahan
konsentrasi reaktan, dan DP merupakan perubahan konsentrasi produk.
Tanda negatif menunjukkan bahwa konsnetrasi reaktan menurun terhadap waktu.
Sebaliknya, tanda positif menunjukkan konsentrasi produk bertambah terhadap
waktu (Susilowati, 2009).
Salah
satu contoh yang dipengaruhi oleh laju reaksi adalah perkaratan pada besi. Sesungguhnya
karat hanyalah sebagian dari produk akibat proses korosi. Fontana,
mendefinisikan korosi sebagai fenomena kerusakan material yang diakibatkan oleh
adanya reaksi kimia antara material tersebut dengan lingkungan yang tidak
mendukung. Definisi material yang dimaksud di sini tidak hanya reaksi anoda
diindikasikan dengan naiknya bilangan valensi dan terjadinya produksi elektron.
Reaksi katoda diindikasikan dengan terjadinya konsumsi elektron sehingga
menyebabkan penurunan jumlah elektron. Hal ini merupakan prinsip utama korosi
yang dapat dituliskan “Ketika suatu logam terjadi korosi maka laju oksidasi
akan sama dengan laju reduksi” (Ahadi, dkk, 2002).
Dari
hukum aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai
fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde
reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang
menghasilkan sebuah garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari
tiap konsentrasi reaktan (Martin, dkk, 1993).
Orde
reaksi menunjukkan besar pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi. Orde reaksi
hanya dapat ditentukan secara eksperimen. Suatu reaksi dikatakan berorde nol
jika laju reaksi tidak bergantung pada konsentrasi. Maksudnya, perubahan
konsentrasi zat tidak mempengaruhi laju reaksi. Suatu reaksi dikatakan memiliki
orde pertama jika laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi salah satu
reaktan. Jika konsentrasi reakstan dilipatduakan, maka laju reaksi juga lipat
dua kali. Suatu reaksi dikataka memiliki orde kedua jika laju reaksi berbanding
lurus dengan kuadrat konsentrasi reaktan. Jika konsentrasi reaktan
dilipatduakan maka laju reaksi lipat 22= 4 kali (Susilowati, 2009).
Konstanta
k yang ada dalam hukum laju yang digabung dengan reaksi elementer, disebut konstanta laju spesifik untuk reaksi
itu. Setiap perubahan dalam kondisi reaksi, seperti temperature, pelarut, atau
sedikit perubahan dari suatu komponen yang terlibat dalam reaksi akan
menyebabkan hukum laju reaksi mempunyai harga yang berbeda untuk konstanta laju
spesifik. Secara eksperimen, satu perubahan konstanta laju spesifik berhubungan
terhadap perubahan dalam kemiringan garis yang diberikan oleh persamaan laju.
Variasi dalam konstanta laju spesifik merupakan kebermaknaan fisik yang
penting, karena perubahan dalam konstanta ini menggambarkan suatu perubahan
pada tingkat molekul sebagai akibat variasi dalam kondisi reaksi (Martin, dkk,
1993).
Konstanta
laju yang didapatkan dari reaksi-reaksi yang mengandung sejumlah langkah
molekularita yang berbeda merupakan fungsi konstata laju spesifik untuk
berbagai bentuk langkah setiap perubahan dalam sifat-sifat dari satu langkah
yang disebabkan modifikasi pada kondisi reaksi itu atau pada sifat-sifat dari
molekul yang terlibat dalam langkah-langkah ini, akan menyebabkan perubahan
harga konstanta laju keseluruhan. Pada saat variasi dalam konstanta laju reaksi
keseluruhan dapat digunakan untuk memberikan informasi yang berguna mengenai
suatu reaksi. Segala sesuatu yang memengaruhi konstanta laju spesifik akan
mempengaruhi laju lainnya, maka sulit untuk memberikan arti variasi dalam
konstanta laju keseluruhan untuk reaksi ini (Martin, dkk, 1993).
Pada
tahun 1918, Hamed menunjukkan bahwa laju penguraian hidrogen peroksida, dengan
katalis 0,02 M KI, sebanding dengan konsentrasi sisa hidrogen peroksida dalam
campuran reaksi pada setiap saat. Reaksinya ialah : 2H2O2
®
2H2O + O2. Walapun terdiri dari dua molekul hidrogen
peroksida pada persamaan stoikiometri, reaksi tersebut adalh orde pertama.
Persamaan laju reaksinya ialah , di mana c adalah konsentrasi sisa hidrogen
peroksida yang tidak terura pada waktu t dan k adalah konstanta laju
orde-petama. Integrasi persamaan tersebut antara konsentrasi Co pada saat t = 0
dan konsentrasi c pada waktu t dapat diperoleh dalam bentuk logaritma umum
yaitu :
, atau (Martin, dkk, 1993).
Hal
tersebut juga berkaitan dengan waktu paruh obat. Waktu paruh suatu obat dapat
memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat
atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen,
cahaya, dan faktor-faktor lain yang dapat menyebabka rusaknya obat. Mekanisme
degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian species,,
atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam
tabung reaksi (Anonim, 2012).
Waktu
paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya
dari konsentrasi mula-mula. Obat yang sama dapat menunjukkan orde penguraian
yang berbeda pada konsidi yang berbeda. Walaupun penguraian hidrogen peroksida,
misalnya dengan katalis ion iodine adalah sau orde pertama, telah ditemukan
bahwa penguraian larutan yang distabilkan dengan berbagai pereaksi dapat
menjadi orde-nol. Dalam hal ini, di mana reaksi tidak tergantung pada
konsentrasi obat, penguraia mungkin akibat kontak dengan dinding wadah atau
berbagai faktor luar lainnya (Martin, dkk, 1993).
Asetosal
atau asam salisiat bersifat sukar larut dalam air dan dalam benzene, mudah
larut dalam etanol dan dalam eter, larut dalam air mendidih, dan agak sukar
larut dalam klorofom. Identifikasinya menunjukkan reaksi salisilat seperti yang
tertera pada uji identifikasi umum, memiliki jarak lebur antara 1580
dan 1610 (Anonim, 1995).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah :
§ Hot
plate
§ Pipet
ukur 10 ml
§ Termometer
§ Statif
dan klem
§ Gelas
kimia 100 ml 2 buah
2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum
ini adalah :
§ FeCl3
§ Asetosal
10 ml
§ Es
batu
§ Akuades
A. PROSEDUR KERJA
A. HASIL PENGAMATAN
1) Tabel
Hasil Pengamatan
Sampel
|
Waktu (t)
|
Absorbansi (C)
|
Log C
|
1
|
5
|
0,857
|
-0,0670
|
2
|
10
|
0,618
|
-0,2090
|
3
|
15
|
0,817
|
-0,0877
|
4
|
20
|
0,867
|
-0,0619
|
5
|
25
|
0,751
|
-0,1243
|
2) Perhitungan
Di
mana :
k = tetapan kecepatan reaksi
C0 = konsentrasi
zat mula-mula ( diketahui 0,915)
C = Konsentrasi pada waktu t
a) Tetapan
kecepatan reaksi masing-masing tabung :
Untuk tetapan kecepatan reaksi pada
tabung 1 :
Dengan mengunakan perhitungan di atas dapat diperoleh nilai
tetapan kecepatan reaksi pada tabung 2, 3, 4, dan 5 yang hasilnya telah
disajikan pada tabel berikut :
Sampel
|
Waktu (t) (menit)
|
Absorbansi (C)
|
Log C
|
k (menit-1)
|
1
|
5
|
0,857
|
-0,0670
|
0,0129
|
2
|
10
|
0,618
|
-0,2090
|
0,0392
|
3
|
15
|
0,817
|
-0,0877
|
0,0075
|
4
|
20
|
0,867
|
-0.0619
|
0,0026
|
5
|
25
|
0,751
|
-0,1243
|
0,0078
|
3) Grafik
Hasil Pengamatan
Berdasakan kurva di atas, diperoleh
persamaan garis sebagai berikut :
Persamaan
di atas berkolerasi dengan persamaan berikut :
Sehingga persamaan dari
kedua persamaan di atas dapat di peroleh konstanta atau tetapan lau reaksi
keseluruhan, yaitu :
menit-1
4) Menghitung
Waktu Kadaluarsa Obat
Untuk menghitung
waktu kdaluarsa obat, dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut :
menit-1
menit.
F. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini ialah mengenai kinetika
reaksi kimia. Kinetika reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang mempelajari laju
reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laju reaksi atau
kecepatan reaksi tersebut merupakan perubahan konsentrasi reaktan terhadap
waktu. Laju reaksi maupun perubahan konsentrasi tidak dapat hanya dengan
diramalkan atau ditentukan dari persamaan reaksi keseluruhan, akan tetapi harus
melalui eksperimen atau percobaan.
Pada percobaan ini, sampel yang hendak diketahui
konstanta laju reaksi serta pengaruh lama pemanasan terhadap laju reaksinya
adalah asetosal. Larutan asetosal masing-masing dipipet 10 ml dan dimasukkan
dalam tabung reaksi yang kemudian di panaskan dalam air pada suhu 400C.
Setelah lima menit pertama, tabung pertama diangkat
dan segera didinginkan. Pendinginan dilakukan agar reaksinya berhenti dan dapat
diukur absorbansi atau nilai serapannya. Hal yang sama dilakukan pada tabung
lainnya masing-masing dengan selang waktu lima menit. Selang waktu tertentu
mengakibatkan perbedaan lama waktu pemanasan pada masing-masing waktu.
Perbedaan lama waktu tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh lama waktu pemanasan terhadap laju reaksi
masing-masing asetosal pada tabung yang berbeda.
Selanjutnya, masing-masing tabung ditambahkan dengan
larutan FeCl3 dengan tujuan agar larutan dapat berwarna. Dalam
percobaan larutan asetosal berubah warna menjadi ungu. Perubahan warna tersebut
dipengaruhi oleh terbentuknya senyawa kompleks karena terikatnya atom Fe pada atom
O pada salah satu gugus pada asetosal secara kordinasi, sehingga membentuk
senyawa kompleks di mana atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan
elektron bebas dari atom O sebagai ligannya.
Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan
asetosal dapat diukur nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana,
prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang
kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga
serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi. Namun, sinar tampak
tersebut hanya dapat melewati larutan berwarna, sehingga untuk larutan yang
tidak berwarna perlu diwarnakan terlebih dahulu. Pewarnaan larutan tersebut
dilakukan dengan penambahan beberapa tetes larutan FeCl3 yang dapat
memberi warna ungu pada larutan.
Namun sebelumnya,
larutan asetosal awal, yaitu yang tidak diberi perlakuan sebagaimana pada
larutan asetosal pada lima tabung yang berbeda, harus diukur absorbansinya
terlebih dahulu sebagai konsentrasi mula-mula. Dalam percobaan ini, konsentrasi
mula-mula asetosal yang diperoleh ialah 0,915 M.
Kemudian dengan mengetahui
nilai absorbansi atau serapan dari masing-masing asetosal, dapat pula diketahui
nilai tetapan laju reaksi sebagaimana telah diuraikan pada hasil pengamatan di
atas. Pada grafik di atas terdapat hunbungan log C atau log absorbansi terhadap
waktu. Absorbansi pada data di atas dilogaritmakan untuk menyesuaikan persamaan
sesuai dengan persamaan dalam termodinamika, di mana .
Dari tabel dan persamaan
garis linear pada grafik hasil pengamatan, diperoleh hubungan bahwa nilai
absorbansi larutan sampel berbanding terbalik terhadap waktu, artinya semakin
lama waktu
pemanasan semakin kecil nilai absorbansi larutan sampel. Hal tersebut
dikarenakan semakin lama larutan tersebut dipanaskan maka semakin banyak pula
senyawa-senyawa dalam larutan sampel tersebut yang terurai. Seperti yang telah
diketahui sebelumnya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi terurainya suatu
obat ialah karena suhu panas atau temperatur.
Selain
dapat mengetahui laju reaksi suatu larutan atau sampel bahan obat, dapat pula
diketahui waktu paro obat, yaitu waktu yang digunakan untuk mengurai setengah
dari konsentrasi awal. Dapat pula dihitug atau diketahui waktu kadaluarsa suatu
obat sebagaimana telah diuraikan dalam hasil pengamatan di atas. Berdasarkan
percobaan dan perhitngan terhadap data pengamatan, diperoleh waktu kadaluarsa
sampel yang digunakan dengan nilai t90 yaitu 22,826 menit.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut
1.
Semakin lama suatu larutan dipanaskan,
maka semakin rendah nilai absorbansi atau konsentrasinya, dan semakin rendah
konsentrasi suatu larutan, maka laju reaksinya juga semakin rendah.
2.
Waktu kadaluarsa obat yang diuji cobakan
adalah menit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope
Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2012, Penuntun
Praktikum Farmasi Fisika I, Universitas Haluoleo, Kendari.
Ashadi, Henky.W,dkk, 2002, Pengaruh Unsur-Unsur
Kimia Korosif Terhadap Laju Korosi Tulangan Beton : II. Di Dalam Lumpur Rawa, Makara Teknologi, Vol 6, No. 2, Hal. 71-72.
Suhendra,
Dedy, dan Erin Ryanti Gunawan, 2010, Pembuatan Arang Aktif Dari Batang Jagung
Menggunakan Aktivator Asam Sulfat dan Penggunaannya Pada Penjerapan Ion Tembaga
(II), Makara Sains, Vol.14, No.1, Hal. 22-16.
Martin, Alfred, dkk, 1993, Farmasi Fisik. Dasar-dasar
Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetik, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Susilowati, Endang, 2009, Theory and Application of Chemistry for Grade XI, Tiga Serangkai,
Solo.